Literasi digital untuk anak usia dini agar memiliki wawasan yang luas terkait berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang nantinya bermanfaat.
Daftar Isi Bacaan [Tampil]
Sering terlintas
dipikiran tentang generasi emas Indonesia, yang dimana kedepannya generasi emas
inilah yang akan melanjutkan estafet pembangunan Indonesia. Tentu saja,
pemerintah memberikan fokus yang begitu besar bagi seluruh pelosok anak negeri
untuk memanfaatkan internet sebagai literasi digital dalam dunia pendidikan.
Dikutip dari halaman facebook Presiden RI, Bapak Jokowi (05/11/2019) yang
mengatakan bahwa “Disrupsi Teknologi harus disikapi, manajemen besar
pendidikan di Tanah Air harus dikelola dengan teknologi tanpa menggeser tujuan
dari pendidikan kita, yaitu membangun karakter dan jati diri bangsa”.
Dari petikan
kalimat tersebut, dapat ditangkap bahwa pemerintah serius terhadap disrupsi
teknologi yang berkembang pesat, sehingga jangan sampai Indonesia tertinggal
dengan negara-negara yang sudah jauh lebih maju. Oleh karena itu, anak-anak
Indonesia harus menguatkan literasinya, salah satunya adalah dengan melek literasi
digital, sehingga generasi emas Indonesia bisa terwujud, seperti apa yang
ditargetkan oleh pemerintah.
Dikutip dari situs Detik
News, bahwa hasil penelitian kelas dunia seperti PISA ( Program
for International Student Assessment), OECD (Organisation for Economic
Co Operation and Develompent) dan CCSU ( Central Connecticut State
University) menyatakan orang-orang Indonesia tidak suka baca buku, minat
baca anak-anak bangsa terpuruk dilevel bawah.
Dari penelitian PISA
(2016), Indonesia menduduki rangking 62 dari 70 negara, hal ini menunjukkan
rendahnya tingkat literasi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara di
dunia. Untuk respondennya, penelitian tersebut menggunakan anak-anak sekolah
yang berusia 15 tahun, yang jumlahnya sekitar 540 ribu anak, dengan nilai
rata-rata yang didapat adalah untuk Sains mendapat nilai 403, membaca 397 dan Matematika
386.
Sedangkan, untuk rangking performa membaca orang Indonesia berada di
urutan ke 44. Tak hanya itu saja, penelitian CCSU (2016) juga merilis
literasi negara-negara didunia, Indonesia menempati rangking 60 dari 61 negara,
indikator yang dinilai adalah perpustakaan, surat kabar, pendidikan dan
ketersediaan komputer. Dengan adanya hasil penelitian ini, apakah Indonesia
mampu melahirkan generasi emas pada tahun yang akan datang?
Ada berbagai faktor yang
menyebabkan anak-anak Indonesia tidak
membaca buku, mungkin dengan sangat
mudah ditemui pada kehidupan sehari-hari. Berikut merupakan faktor yang
menyebabkan anak-anak Indonesia memiliki literasi yang rendah, diantaranya adalah
sebagai berikut.
1.
Akses Buku yang sulit dijangkau :
terutama anak-anak Indonesia yang berada di pedesaan,
walaupun demikian jika anak-anak
tersebut dikasi buku-buku yang sesuai, terkadang
mereka dengan senang hati
membacanya.
2.
Bukunya yang kurang menarik
: inilah faktor utama yang menyebabkan orang Indonesia terkadang malas membaca buku, dikarenakan kebanyakan tidak menarik,
baik dari segi tampilan ataupun
segi isi konten. Karena kebanyakan kontent yang berkualitas biasanya kebanyakan tersedia di luar Indonesia,
yang menggunakan bahasa Inggris, sehingga disatu sisi dapat membahayakan budaya Indonesia itu sendiri.
3.
Peran pemerintah
: peran pemerintah dalam memfasilitasi
buku, atau lewat program- program
pemerintah yang dapat menunjang minat literasi baca anak masih belum maksimal. Sehingga anak-anak mencari ferensinya
melalui internet, yang dimana jika disalah
gunakan akan berdampak negatif bagi anak tersebut, dan faktanya dilapangan sekarang demikian.
Bali
yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia, juga turut andil dalam hal
literasi di Indonesia. Di Bali yang terkenal dengan wisata kelas dunia-nya, sehingga
membuat pertukaran informasi serta budaya yang bervariatif, jika informasi yang
tidak terfilter maka akan menjadi bumerang bagi Bali. Akses pengguna teknologi
digital di Indonesia sebanyak kurang lebih 65% dari 132 juta penduduk.
Untuk di
Bali sendiri, terdapat sekitar 22,97% dari 3.890.757 jiwa yang masuk kategori
remaja, berusia antara 10-24 tahun. Bisa dibayangkan jika, 1% dari mereka yang
mengakses kontent negatif, bagaimana generasi penerus Bali kedepan? Kecerdasan
orang Bali biasanya diatas rata-rata nasional, sehingga dengan kecerdasannya
tersebut, dapat memaksimalkan bonus demografi, serta perkembangan revolusi
industri 4.0. Anak-anak Bali, harus memiliki wawasan yang luas tanpa harus
meninggalkan jati diri sebagai orang Bali, dan Indonesia.
Revolusi industri ini
dituntut untuk membuat inovasi yang tidak terpikirkan sebelumnya, tentunya hal
tersebut dapat didukung dengan harus banyaknya literasi, salah satunya adalah
dengan literasi digital. Kebanyakan literasi digital ini dipakai oleh anak
perkotaan, mereka aktif bercelancar namun tidak tahu apakah mereka mungkin
mengakses kontent negatif?.
Informasi terbaru dari Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, dengan nahkoda barunya, yaitu Bapak Nadiem
Makarim (mantan CEO Gojek), nantinya akan menerapkan mata pelajaran coding (Pemrograman)
di SMP. Dengan mata pelajaran Coding, pastinya anak-anak Indonesia akan
dituntut cara berikir kritisnya (logika), sehingga kedepan terlahir banyak
startup yang bermunculan di Indonesia, terutama di Bali, yang masih minim dalam
pengembangan startup. Jadi, literasi digital ini harus terus
ditingkatkan, seiring dengan perkembangan zaman.
Literasi
digital tentunya harus dioptimalkan secara bijak oleh anak-anak, terutama dalam
mendukung proses pembelajaran. Penggunaan internet bisa dari 5- 8 jam/hari, namun
dari perkembangan era digital saat ini, mereka menggunakan internet untuk bermain media sosial,
dibandingkan dengan mencari bahan ajar.
Peran orang tua juga sangat diperlukan,
guna menyeimbangkan dan membuat anak menjadi terbiasa dengan literasi digital
yang sangat berkembang pesat, terutama di era disrupsi teknologi, sehingga apa
yang dicita-citakan bangsa Indonesia ini dapat tercapai, yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Distrupsi teknologi ini juga berimbas kepada tiap negara,
yang dituntut untuk terus meningkatkan sumber daya manusianya. jadi, jangan ada
lagi alasan malas untuk berliterasi. Sehingga kedepannya rangking Indonesia bisa
terus naik, jika hal ini memang benar-benar dioptimalkan.
Anak-anak
Bali harus jengah dengan kondisi sekarang, jaga Bali dengan berliterasi yang baik
dan benar, jangan sampai berita hoax membuat bangsa Indonesia menjadi terpecah.
Menjaga Bali dan Indonesia, bisa mulai dari hal kecil dulu, terutama dalam membagikan
sebuah kontent yang negatif serta merugikan pihak tertentu, bisa disaring atau
literasi kebenarannya.
Jika semua sudah memiliki komitmen untuk aktif
berliterasi digital, penjajah teknologi akan bisa diatasi, bahkan tidak mungkin
nantinya akan terlahir orang-orang yang dapat mengharumkan nama Indonesia
dikancah internasional.Semoga artikel ini mampu memberikan pandangan terkait
pentingnya literasi digital ditengah disrupsi teknologi, tanpa harus kehilangan
jati diri sebagai anak Indonesia.
No comments:
Write Comments